Hukum Kebiri Kimia dalam Dunia Kedokteran


Di Indonesia kasus kejahatan seksual seringkali ditemui, dan biasanya akan berujung pada tindakan pembunuhan. Kejahatan seksual ini dapat terjadi pada siapa saja, terutama pada anak-anak dan wanita.

Saat ini hukum kebiri di Indonesia sedang ramai diperbincangkan, seperti yang dijelaskan pada artikel Silang Pendapat Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kejahatan Seksual, hukum ini akan diberikan kepada pelaku kejahatan seksual pada anak dibawah umur atau biasa disebut pedofil. Namun hukum ini menjadi kontroversi karena penegak hukum mendorong keterlibatan dokter dalam eksekusi kebiri kimia terhadap pelaku dan mendapat penolakan dari ikatan dokter Indonesia (IDI). Hukum kebiri kimia melanggar Kode Etik Kedokteran (KODEKI) tahun 2012 pasal 5 yang menyatakan bahwa “setiap perbuatan/nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut. Mengacu pada hal tersebut, selain dari tindakan yang bertujuan menyembuhkan pasien, menghilangkan fungsi tubuh normal pasien bertentangan dengan tugas seorang dokter.

Dalam pelaksanaannya, prosedur kebiri melibatkan risiko timbulnya rasa sakit dan komplikasi lainnya pada terpidana. Untuk itu, dokter dianggap sebagai profesi yang tepat untuk dijadikan eksekutor hukuman kebiri karena kompetensi yang dimilikinya, dibandingkan dengan profesi lainnya. Di sisi lain, profesi kedokteran yang berpegang pada prinsip kedokteran berbasis bukti menilai bahwa efektivitas kebiri kimia masih menjadi pertanyaan karena belum adanya studi double blind yang kuat untuk membuktikan efektivitasnya.

Hal ini menjadi landasan sikap IDI yang menolak keterlibatan dokter sebagai eksekutor kebiri.
Penolakan IDI tersebut disampaikan melalui fatwa Majelis Kedokteran Etik Kedokteran (MKEK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kebiri Kimia. Selain itu, terdapat alasan lain yang membuat IDI melakukan penolakan, seperti efek samping yang ditimbulkan dari kebiri, masalah kejiwaan (psikis), dan kesempatan bagi pidana untuk melakukan tindakan kriminal yang lebih ekstrem.

Apa Itu Kebiri Kimia?

Kebiri kimia merupakan suatu tindakan pemberian senyawa kimia yang dapat melemahkan atau menghilangkan fungsi dari hormon seks. Kebiri kimia dilakukan dengan menyuntikkan hormon anti testosteron ke dalam tubuh, hormon tersebut menekan produksi dan aktivitas testosteron sehingga tidak dapat memicu libido selama terpengaruh oleh obat tersebut. Penurunan kadar hormon akan berdampak pada pengeroposan tulang, berkurangnya sel darah, atrofi otot, dan gangguan pada fungsi kognitif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan kesehatan lebih lanjut pada terpidana kebiri kimia.

Sehubungan dengan tugas, fungsi dan wewenang tenaga medis atau kesehatan mengenai penyembuhan dan penghormatan hidup manusia secara alami, maka organisasi profesi telah mengeluarkan fatwa Majelis Kedokteran Etik Kedokteran MKEK PB IDI No. 1 Tahun 2016 yang pada prinsipnya bahwa: Tugas yang bertentangan dengan penyembuhan adalah bukan tugas profesi dokter.

Apabila hakim benar-benar memutuskan hukuman tambahan pada pidana berupa kebiri kimia, maka tugas tersebut agar diperankan eksekusinya oleh pihak yang berwenang sebagai eksekutor seperti pada lazimnya. Ilmu kedokteran sangat memuliakan kesehatan siapa pun sebagai hak asasi manusia, karenanya para dokter harus menyadari tugasnya untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati penyakit. Dengan demikian profesi kedokteran dapat tetap menghormati keputusan hukum yang ada tanpa harus mencederai kode etik dan sumpah profesinya.


Sumber :
- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Fatwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia nomor 1 tahun 2016.
https://tirto.id/idi-larang-libatkan-dokter-sebagai-eksekutor-kebiri-kimia-eg34
https://www.benarnews.org/indonesian/berita/idi-tolak-hukum-kebiri-06102016111236.html

Komentar